Oleh: Jamhuri-Direktur Eksekutif LSM Sembilan
JAMBI – Pengelolaan dan Pemanfaatan Air sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan atau tuntutan hajat hidup orang banyak pada Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Mayang Kota Jambi sepertinya kembali menantang Aparat Penegak Hukum untuk melakukan tindakan-tindakan sebagaimana azaz dan norma atau kaidah hukum Pembuktian.
Dengan pokok tindakan yang paling utama yaitu membuktikan benarkah di Perusahaan Umum Daerah Kota Jambi tersebut terdapat suatu paham sesat yang memandang bahwa kekuasaan dan jabatan adalah sumber utama untuk memenuhi gaya hidup hedonis (mewah) dan glamour dengan bertahtakan stratifikasi sosial sebagai sosok terhormat, serta adanya suatu kekuatan besar yang merasa kebal hukum dan mampu menjadikan orang lain kebal hukum.
Higga dalam pengelolaan pelayanan utama bagi kepentingan masyarakat banyak tersebut telah diwarnai dengan catatan hitam kelam yang menceritakan tentang dua rezim Direksi perusahaan milik Pemerintahan Kota terdahulu telah melalui proses di lembaga peradilan guna agar dapat mendaftarkan diri menjadi penyandang gelar kehormatan dengan sebutan sebagai Koruptor terkutuk.
Sepertinya catatan hitam tersebut akan bertambah panjang dengan kembali ditemukannya fakta hukum dengan indikasi merupakan alat bukti dan/atau setidak-tidaknya merupakan petunjuk awal yang dapat dipergunakan untuk membuktikan dugaan adanya tindak pidana dari golongan elit pemerintahan di perusahaan umum milik pemerintah tersebut.
Fakta hukum yang dimaksud berupa seberkas fakta administrasi menyangkut pembentukan Satuan Tugas Kebocoran atau Kehilangan Air atau yang diberi nama dengan sebutan Task Force Non Revenue Water (Task Force-NRW), yaitu berupa Keputusan Direksi PDAM Tirta Mayang Kota Jambi Nomor: 07 Tahun 2003 tentang Pembentukan Tim Task Force NRW Perumda Air Minum Tirta Mayang Kota Jambi tertanggal 17 Januari 2023.
Keputusan Direksi tersebut seakan-akan menggambarkan pandangan yang menganggap bahwa PDAM adalah Pusaka Dari Alam Maya atau tidak ada suatu bentuk pengakuan atas kedaulatan Walikota yang secara normative yuridis adalah owner (pemilik).
Selain itu pada fakta administrasi yang diduga kuat untuk diyakini adalah milik PDAM Tirta Mayang Kota Jambi dimaksud juga ditemukan fakta hukum ataupun fakta adminstrasi tentang Rencana Anggaran Belanja kegiatan yang akan dilaksanakan, Surat Permintaan Anggaran yang dilengkapi dengan keterangan tentang nomor Cek serta nama Bank tempat anggaran tersebut akan ditarik.
Uniknya fakta yang dimaksud juga memuat keterangan tentang adanya upaya yang sengaja dilakukan oleh oknum yang haus akan kekayaan dan gila stratifikasi sosial memuat keterangan yang menjelaskan cara melakukan rekayasa fakta administrasi yaitu dengan melakukan Mark Up harga salah satu indikator kegiatan Satgas yang dibentuk tersebut.
Secara jelas fakta tersebut memuat keterangan tentang penggunaan anggaran keuangan yang bersumber dari keuangan Perusahaan Umum Daerah yang mencapai nilai nominal ± sebesar Rp. 548.963.270,00 (Lima Ratus Empat Puluh Delapan Juta Sembilan Ratus Enam Puluh Tiga Ribu Dua Ratus Tujuh Puluh Rupiah).
Memuat keterangan tentang adanya pembelian Kopi Bubuk seberat 250 gram dengan harga mencapai angka nominal sebesar Rp. 160.000,00 (Seratus Enam Puluh Ribu Rupiah) per kotak, atau 7 (tujuh) kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan Harga Eceran Tertinggi pada toko-toko kaki lima atau swalayan yang ada di Kota Jambi.
Harga kopi tersebut sepertinya membutuhkan keberanian aparat penegak hukum guna untuk membuktikan secara syah dan meyakinkan sejauh mana kebenaran niat dan i’tikad baik dari oknum yang dimaksud dalam upaya memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat umum dengan tanpa harus memperkosa dan mencabik-cabik serta menodai kaidah atau norma hukum serta tidak melecehkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Informasi terakhir yang didapat dari sumber yang layak untuk dipercaya menyebutkan bahwa Penjabat Walikota Jambi telah merasa gerah dan memerintahkan agar Satgas dimaksud segera dibubarkan. Akan tetapi tidak diketahui secara pasti apakah sikap dari Penjabat Sementara Walikota tersebut merupakan suatu signalement (isyarat) bagi Aparat Penegak Hukum ataukah hanya sekedar bahasa kamuplase kepentingan politik belaka.
Walau tidak dapat untuk dikatakan secara pasti sebagai suatu kebijakan kepentingan guna memberikan perlindungan yang menjadikan oknum terduga terkesan merupakan sosok kebal hukum, hingga hukum tetap dinilai tajam kebawah tumpul keatas.
Ataukah hanya merupakan suatu kebijakan yang bernuansakan kepentingan “Politik” semata, dan bukan merupakan suatu tindakan hukum demi kepentingan pencapaian tujuan negara serta atau dengan kata lain hanya sekedar panggung politik kepentingan kebijakan.
Terlepas dari apapun dalih dan dalil yang dikemukakan pada kebijakan Penjabat Sementara Walikota yang dimaksud patut dinilai adalah merupakan suatu tantangan bagi Aparat Penegak Hukum (APH) untuk membuktikan sejauh mana hukum mampu untuk memberikan efek jera dan menimbulkan kesadaran hukum bagi para pemegang hak dan kewenangan yang melekat erat pada kedudukan dan jabatan yang diemban.
Pembuktian tentang sejauh mana pengabdian tetap diartikan dengan pengertian dengan yang berpegang teguh dan/atau berlandaskan pada Azaz-Azaz Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) bukanlah suatu kebutuhan utama bagi perlakuan tindakan hukum.
Pembuktian yang langsung bersentuhan kepada pokok persoalan yaitu hukum kembali dituntut untuk membuktikan tentang kebenaran adanya suatu kekuatan besar sebagai aktor intelektual kelahiran sosok koruptor di Perusahaan Umum Daerah Kota Jambi tersebut, hingga pihak berkompeten pada PDAM Tirta Mayang terkesan tidak pernah mau belajar dari catatan hitam yang dimaksud.
Sejauhmana keberadaan aktor yang lazimnya disebut Backing mampu memberikan rasa aman dan/atau mungkin saja mampu membuat buta dan tuli anatomi hukum yang jika dipandang dari sudut pandang hukum sebab akibat, backing dimaksud dapat dikatakan sebagai pelaku utama dari kejahatan luar biasa tersebut atau yang lazim disebut dengan sebutan kejahatan berkerah putih (White Collar Crime).
Apapun yang terjadi nantinya masyarakat tetap berada pada posisi semula yang hanya dapat menunggu dan berharap atau menumpuhkan harapan kepada keperkasaan tangan-tangan upaya penegakan hukum dalam berbuat dan bertindak sebagaimana mestinya sesuai dengan azaz dan norma ataupun kaidah hukum serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Harapan paling besar masyakat adalah agar PDAM Tirta Mayang Kota Jambi tetap hanya memproduksi Kwalitas Kebijakan bak putih dan jernihnya air bersih yang mereka kelola dan tidak merubah diri menjadi industri besar atau sebagai lahan subur bagi pusat industri penghasil Koruptor, serta menumbuh kembangkan pandangan bahwa Perusahaan Umum Dwerah bukan merupakan Sapi Perah bagi kepentingan oknum pemegang kekuasaan.(*)
Discussion about this post