JAMBI – Sebagai tatanan pemerintah terkecil di Indonesia, desa memegang peran krusial sebagai kunci dan tulang punggung kesejahteraan masyarakat. Hal ini ditegaskan Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kumbul Kusdwijanto Sudjadi, dalam Webinar Perluasan Percontohan Desa Antikorupsi yang digelar secara daring, Kamis (18/7).
Untuk itu, demi mewujudkan pelayanan prima dan menjadi fondasi kemakmuran bangsa, desa perlu diawasi dengan cermat. Salah satunya melalui langkah strategis yang dicanangkan untuk memperluas program Desa Antikorupsi yang dinisiasi oleh KPK. Pun program ini bertujuan untuk membangun peradaban berintegritas di seluruh pelosok Indonesia.
“Desa adalah ujung tombak pembangunan nasional. Harapannya kalau desa-desa ini sudah antikorupsi, bisa naik ke tingkat kecamatan antikorupsi, naik lain ke tingkat kota-kabupaten, hingga berakhir dengan negara Indonesia yang bebas dari korupsi.” ucap Kumbul dalam kererangan resminya diterima Jumat.
Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014 memberikan desa peran penting dalam pembangunan nasional. Desa kini memiliki otonomi untuk mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya secara mandiri. Tujuannya, untuk mempercepat pembangunan di desa, meningkatkan pertumbuhan ekonomi desa, hingga meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat desa.
Sejak 2015-2023, Kementerian Keuangan juga sudah menggelentorkan dana APBN hingga Rp538 triliun untuk membiayai pembangunan infrastruktur fisik, sarana ekonomi, sarana sosial, serta meningkatkan kemampuan berusaha masyarakat desa, dengan tujuan akhir yakni mengurangi jumlah penduduk miskin, mengurangi kesenjangan kota-desa, hingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
Namun sayangnya, Badan Pusat Statistika (BPS) mencatat, dalam tiga tahun terakhir, angka masyarakat miskin desa masih tinggi, yakni berada diangka 12%– jauh dari target nasional 8,5%-9%. Pada tahun 2023 jumlah masyarakat miskin sebesar 12,22%, 2022 sebesar 12,36%, 2021 sebesar 12,53. Hal ini diperparah dengan angka stunting yang berada diangka 17,8% pada 2023.
“Hasil survei IPAK BPS (2024) juga menunjukkan, masyarakat desa ternyata lebih koruptif dibanding perkotaan. Ini tentunya menjadi target tantangan kita bersama. Apalagi terkait dana yang dikucurkan untuk desa tadi, masih terjadi kebocoran-kebocoran. Berdasarkan data yang ada sampai 2022 itu tercatat ada 851 kasus korupsi terjadi di desa. Ada 973 tersangka yang melibatkan kepala desa dan perangkatnya,” jelas Kumbul.
Modus Korupsi di Desa
Temuan KPK menunjukkan bahwa pengelolaan dana desa masih diwarnai dengan berbagai modus korupsi, seperti penggelembungan anggaran (markup), kegiatan/proyek fiktif, laporan fiktif, hingga penggelapan dan penyalahgunaan anggaran. Hal ini menjadi keprihatinan dan mendorong KPK untuk terus memperluas program Desa Antikorupsi di seluruh Indonesia.
Dalam upaya memerangi korupsi di desa, KPK bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (KemendesPDTT), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, serta para pemerhati dan konsultan. Harapannya, tambah Kumbul, dengan memperluas program Desa Antikorupsi di seluruh desa, perangkat desa dapat berperan aktif dalam membangun desa yang bebas dari korupsi.
Tambahan informasi, sejak diluncurkan pada tahun 2021, Program Desa Antikorupsi telah membangun 33 Desa Percontohan Antikorupsi di seluruh provinsi di Indonesia. Pada tahun 2024-2027, KPK juga berencana untuk memperluas program ini ke seluruh kabupaten dan kota di Indonesia, sehingga dalam waktu 5 tahun ke depan, perilaku koruptif bisa perlahan menghilang.
Pemilihan Desa Antikorupsi sendiri didasari 5 komponen utama dan 18 indikator. Kelima komponen utama tersebut meliputi; Penataan Tata Laksana Desa; Penguatan Pengawasan; Penguatan Kualitas Pelayanan Publik; Penguatan Partisipasi Masyarakat; dan Penguatan Kearifan Lokal Desa. (JP01)
Discussion about this post