JAMBI – Dalam menghadapi musim kemarau yang memperparah risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla), berbagai langkah telah diambil, termasuk pelaksanaan apelsiaga darurat yang melibatkan TNI, Polri, BPBD, dan masyarakat.
Brigjen TNI Rachmad, Pelaksana Harian Komandan Satuan Tugas Penanganan Karhutla di Provinsi Jambi, menegaskan pentingnya edukasi pencegahan dan pemetaan pos-pos siaga di daerah rawan kebakaran, namun di balik upaya pencegahan ini, terdapat kekhawatiran mendalam terkait penegakan hukum yang dinilai tidak serius terutama terhadap perusahaan yang lahannya terbakar.
Maklumat Kapolda Jambi, Irjen Pol. Drs. Rusdi Hartono telah menegaskan bahwa pelaku pembakaran hutan dan lahan akan dikenakan sanksi hukum yang tegas, termasuk pemberlakuan status quo terhadap lahan yang terbakar hingga ada keputusan hukum tetap.
Namun, implementasi maklumat ini masih bisa dinilai lemah. Jika kita telaah lebih dalam, maklumat tersebut hanya memberlakukan status quo pada wilayah yang dibakar, bukan pada wilayah yang terbakar. Ini mengabaikan unsur kelalaian dalam mitigasi karhutla.
Walhi Jambi menyoroti fakta bahwa hingga saat ini, belum ada penegakan hukum yang tegas terhadap perusahaan yang lahannya terbakar, meskipun mereka diwajibkan untuk melakukan pencegahan karhutla sesuai dengan Undang-Undang Kehutanan.
Perusahaan-perusahaan seperti PT. Alam Bukit Tiga Puluh (RE), PT. Bahan Karya Semesta (HGU), PT. Puri Hijau Lestari (HGU), PT. Wirakarya Sakti (HTI), PT. Agro Tumbuh Gemilang (HGU), dan beberapa lainnya, belum mendapatkan sanksi hukum yang jelas, meskipun lahannya terbakar.
Penegakan hukum karhutla di Jambi tampak berat sebelah. Masyarakat kerap dijadikan tersangka, seperti yang dialami Dewita BR Silalahi yang saat ini ditahan atas dugaan tindakpidana setiap orang dilarang membakar hutan Pasal 78 ayat (4) Jo Pasal 50 ayat (2) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Sementara itu perusahaan jika kita melihat undang-undangan kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 Pemegang hak atau izin bertanggungjawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya yang dapat dikatakan lalai apabila terjadi kebakaran hutan dan lahan tidak disentuh hukum.
“Ini jelas tidak adil dan menunjukkan ketidakseriusan Kepolisian Daerah Jambi dalam menangani masalah ini,” kata Abdullah.
Walhi Jambi juga menyerukan kepada pihak kepolisian dan instansi terkait untuk segera menegakkan hukum dengan adil, khususnya terhadap perusahaan yang lalai dalam pencegahan karhutla.
Ketegasan hukum sangat diperlukan agar kejadian kebakaran hutan dan lahan tidakterus berulang dan merugikan masyarakat serta lingkungan.(JP01)
Discussion about this post