JAMBI – KKI Warsi mengkhawatirkan ada optensi ancaman terhadap hilangnya tutupan hutan akibat kebijakan pemerintah pada program ketahanan pangan yang jika dalam pelaksanaanya nanti tidak tepat sasaran dilapangannya.
Direktur KKI Warsi Adi Junedi, di Jambi Jumat memastikan kekhawatiran potensi ancaman terhadap kebijakan program ketahanan pangan itu terjadi penebangan secara masif hutan
untuk mendapatkan lahan dalam menjalankan program pemerintah itu.
“Ketahanan pangan itu penting tetapi lahannya harus dipastikan tidak ada masalah nantinya sehingga program itu bisa berjalan dan seiring dengan pelestarian dan penambahan tutupan hutan di tanah air,” katanya.
Program pemerintah itu penting tetapi bagaimana hutan tidak rusak maka dari itu solusinya adalah lokasi ketahanan pangan itu di area yang sudah tidak berhutan seperti lahan terbuka tadi seperti lahan bekas tambang.
Untuk di Provinsi Jambi bisa digunakan di daerah Sungai Manau Kabupaten Merangin yang sebenarnya bisa direklamasi dikembangkan di luar hutan.
Adi mengatakan di area area bekas tambang yang mesti ada upaya reklamasi itukan bisa berfungsi untuk upaya ketahanan pangan yang dipermanenkan menjadi area food estate karena kalau di area berhutan pasti ada kompensasi penebangan hutan baru.
Kemudian harus ada komitmen golongan atau kelompok yang harus penuhi ketetuan tidak menebang hutan yang akan berkaibat bencana ekologi bisa terjadi sehingga itu bisa memperparah kondisi sebagian alam di Indonesia.
“Kenapa menolak perencanaan pembukaan di hutan, karena menimbulkan defrentasi dari 20 juta hektar itu apa yang berubah jadi enam juta he hutan dan terjadi penurunan angka yang signifikan, sementara Indonesia ini sudah berkomitmen dengan norativikasi Paris Egriment sehingga itu menjadi komitmen Indonesia,” katanya.
Ketaatan pemerintah Indonesia yang diwakili Kementerian kehutanan dan Kementerian Desa untuk menjaminkan ke dunia global banwa indonesia komit dan konsisten dengan menambah tutupan hutan.
Adi Junedi menegaskan kesimpulannya KKI Warsi bukan menolak ketahanan pangan yang dibuka didalam kawasan hutan tetapi sebaiknya dibekas hutan dan area yang selama ini kritis dan bekas atau dirusak.
“Kami menyarankan untuk program itu dikembangkan di area yang tidak berhutan sama area area yang sudah tergenerasi dan kritis sehingga itu bisa dirubah menjadi upaya untuk reklamasi,” katanya.
Untuk Provinsi Jambi tepatnya Kabupaten Merangin ada 17 hutan desa yang disiapkan untuk ketahanan pangan itu bagaimana bisa batal karena di tolak dan sempat jadi diskusi beberapa lembaga swadaya internasional (NGO) di Jambi dan kayaknya memang pemerintah tidak terlalu serius untuk mengembangkannya.
Lahan seluas 20 juta hektar itu yang akan merubah hutan menjadi food estate dan tentu diharapkan bisa menjadi pertimbangan pemerintah untuk tidak meneruskan kebijakan itu kalaupun akan diteruskan, maka sarannya seperti diatas tidak membuka hutan dan menggunakan lahan yang tidak berhutan.
“Bekas tambang sekarangkan jadi lahan yang tidak optimal untuk jangka waktu yang sangat panjang bisa dilihat di Kabupaten Sarolangun, Batangharim Bungo itu sudah menjadi kolam dan itu tidak bisa ada ekosistem lagi maka direklamasikan saja menjadikan area ketahanan pangan,” kata Adi Junedi.(JP01)
Discussion about this post