Jambipos-Mencuatnya kematian Brigadir Polisi Nopriansyah Yosua Hutabarat kepermukaan dan menjadi trending topic selama bulan Juli 2022 ditengarai karena banyaknya kejanggalan-kejanggalan atas kematian Brigpol Yosua.
Dan tidak sinkronnya pernyataan pihak kepolisian Polres Jakarta Selatan diwaktu yang berbeda. Sehingga opini publik begitu liar mampu meruntuhkan pressrelease Polres Jakarta Selatan yang dinilai kurang transparan, akuntabel dan terbuka.
Dan dengan liarnya berbagai tanggapan maupun temuan-temuan publik atas kematian Brigpol Yosua seakan-akan ada tangan-tangan yang tidak kelihatan menjalankan suatu peran dengan skenario yang sangat buruk.
Karena alur ceritanya baru dibuat sesudah kejadian sehingga publik dengan mudahnya menebak dan menilai bahwa kematian Brigadir Polisi Yosua sarat kejanggalan.
Buntut dari banyaknya kejanggalan tewasnya Brigadir Polisi Yosua sebagai “Korban Mati” yang dihinakan. Menjadi sorotan publik dan mendorong supaya dibuka seterang benderangnya tanpa menyembunyikan sesuatu apapun.
Dan bila ada tangan-tangan kotor yang mengakibatkan tewasnya Brigadir Yosua segera lakukan sanksi berat dan proses sesuai hukum yang berlaku.
Ingat, Korban Mati (Brigadir Yosua) pasti akan lebih banyak lagi menelan “Korban Hidup” berupa sanksi pemecatan maupun non aktif tidak terkecuali siapapun bila kematian Brigadir Yosua orangnya bila dianggap melawan amanah UU dan hukum yang berlaku di Republik Indonesia ini.
Sepatutnya…
Kematian Brigadir Polisi Yosua ini sudah seharusnya menjadi pukulan sekaligus teguran berat bagi Institusi Polri khususnya pada jajaran Divisi Propam sebagai penjaga marwah Polisi dan benteng terakhir mencari keadilan.
Tentu “Korban Hidup” tidak hanya berakhir pada penonaktifan 3 orang perwira tinggi Polri namun harus menyeret sejumlah oknum bila berbeda hasil temuan autopsi ulang dan hasil sidang nanti dengan pernyataan kapolres Jakarta selatan melalui pressrelease sebelumnya.
Tepatlah seperti turi-turian/umpasa halak batak mengatakan: “IJUK DIPARA-PARA, HOTANG DIPARLABIAN. NABISUK NAMPUNA HATA, NAOTO TU PANGGADISAN”.
Jadi bagi Anda-anda yang disumpah menjadi aparat, penegak hukum jadilah pengayom rakyat, berlakulah humanis sesuai amanat UU. “Marbisuk ma hamu songon Ulok, jala marroha songon darapati. Unang gabe adong muse terseret-seret songon on gabe “Korban Hidup” jala gabe tu panggadisan”.Mauliate, Horas Bolon. (JP-Penulis Adalah Pemerhati Kebijakan Publik (TS)-FB Lapo Sonduk Bolon).


Discussion about this post