JAMBI – Di pelosok Provinsi Jambi saat ini masih ada sekelompok masyarakat Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) yang masih kesulitan mendapatkan informasi memadai terkait Pemilihan Umum atau Pemilu pada 14 Februari 2024.
Data KPU Provinsi Jambi menyebutkan sebanyak 1.841 warga SAD atau Orang Rimba yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 Provinsi Jambi, dengan rincian 1.017 pemilih laki-laki dan 824 pemilih perempuan.
Bagi komunitas menganut prinsip hidup terpisah dari kehidupan desa, penyelenggaraan Pemilu adalah hal baru bagi mereka.
“Kamia keponingon ngoli surat nang benyok iyoi, terlebih benyok tuliyon (Kami kesulitan dengan kertas-kertas yang banyak itu, terlalu banyak tulisan,” kata Prabung, Orang Rimba dari Taman Nasional Bukit Duabelas yang saat diwawancarai didampingi perwakilan Warsi beberapa waktu lalu di Desa Merken.
Prabung dan Orang Rimba lainnya sejauh ini masih kesulitan dengan nama-nama di kertas suara yang berbeda warna itu.
“Kamia mumpa sosot di tuliyon-tuliyon iyoi (kami seperti tersesat di kertas suara itu),” kata Prabung.
Kesulitan mengikuti Pemilu ini juga dirasakan oleh kaum perempuan Orang Rimba. Bagi perempuan rimba dunia di luar rimba adalah sangat asing bagi mereka dimana berada di tengah-tengah orang ramai menimbulkan perasaan tidak nyaman dan membuat perempuan akan memilih untuk menepi.
Seperti yang dialami oleh Induk Nulih, perempuan Rimba yang diperkirakan berusia 60 tahun, belum pernah mengikuti pemilu. Ia bisa ikut tahun ini karena sudah memiliki KTP dan terdata di KPU setempat.
Selain tidak mampu membaca kertas suara, ia juga kesulitan berinteraksi karena merasa tidak kenal dengan penyelenggara pemilu. Tak disangkal, ia pun menjadi sungkan untuk mengikuti pemilihan.
“Hopi tontu pado akeh, mumpa mano caronye (tidak tahu saya bagaimana caranya),” kata Induk Nulih.
Meski dengan beragam kondisi itu, sebagian Orang Rimba tetap berupaya mengikuti proses pemilu nanti.
“Kami menghargai undangan dari desa (penyelenggara pemilu, red),” kata dia.
Orang Rimba diintegrasikan ke desa-desa sekitar mereka, sehingga dalam proses pemilu menginduk ke desa tempat KTP mereka dikeluarkan.
Walau demikian, Orang Rimba berharap pemilu menjadi bagian dari kehidupan mereka sehingga kehidupan yang morat-marit dapat menjadi perhatian pemerintah.
“Boleh disebut, Orang Rimba (SAD) yang baru terlibat dalam Pemilu sejak 2009 lalu, tentu saja belum semua Orang Rimba yang dapat ikut dalam acara pesta demokrasi akbar di tanah air ini,” kata Humas KKI Warsi Sukmareni.
Hasil survei KKI Warsi dilapangan sejak Pemilu 2009 dan 2019 lalu para warga SAD atau Orang Rimba ini hanya bisa melihat gambar namun untuk baca tulis mereka tidak mengetahui sama sekali.
Padahal, ia melanjutkan, di surat suara hanya berisikan nama-nama calon dengan lambang partai sehingga dipastikan akan menyulitkan Orang Rimba.
Selain minimnya sosialisasi tata cara penyelenggaraan pemilu, minimnya sosialisasi oleh orang yang akan dipilih pun menjadi tantangan terbesar Orang Rimba dalam ajang demokrasi lima tahunan ini.
Warsi yang saat ini masih terus melakukan pendampingan terhadap Orang Rimba atau SAD itu memprediksi Orang Rimba akan sulit membedakan penggunaan lima kertas suara yang diserahkan ke mereka di TPS nantinya.
Setiap Warga Negara Indonesia memang memiliki hak pilih dalam Pemilihan Umum, termasuk Suku Anak Dalam (SAD) yang berada di Provinsi Jambi. Walau demikian ada beberapa catatan agar masyarakat suku anak dalam atau orang rimba data menggunakan hak pilihnya.
“Saya mencatat pertama harus ada pendataan, petugas Pemilu baik KPU maupun Bawaslu yang harus memastikan semua masyarakat SAD terdata,” kata Pengamat Sosial dan Politik Andika Arnoldy.
KPU diwajibkan juga bisa melakukan sosialisasi kemana saja termasuk terhadap warga SAD atau Orang Rimba dan harus senantiasa memberikan sosialisasi pada warga SAD tentang Pemilu.
“Hal ini penting dilakukan secara intens terlebih kebanyakan warga Orang Rimba atau SAD tidak bisa baca dan tulis sera tidak memiliki alat teknologi seperti TV dan ponsel maka memang harus nyata mensosialisasikannya kepada mereka,” kata Andika.
Kemudian memastikan masyarakat atau warga SAD untuk mau datang saja ke TPS itu hal yang perlu tantangan karena biasanya lokasi permukiman SAD dan TPS cukup jauh dapat memakan waktu satu hingga tiga jam jalan kaki.
“Hal ini yang bisa menjadi hambatan jarak yang membuat sulit dijangkau ditambah mereka buta hurut,” kata Andika.
Memastikan masyarakat SAD berada di lokasi, sifat nomaden atau berpindah-pindah tempat akan menjadi kesulitan untuk menggunakan hak pilih.
Pengawas Pemilu juga harus bekerja ekstra saat pemilihan, karena rawan terjadinya noken atau pemilihan yang diwakilkan oleh pimpinan mereka yang disebut Tumenggung.
Selain itu kerja sama dengan calon anggota legislatif juga diperlukan karena itu akan menjadi motivasi bagi SAD untuk dapat menggunakan hak pilihnya.
Sementara itu anggota KPU Provinsi Jambi Fahrul Rozi mengatakan ke-1.481 pemilih warga SAD itu tersebar pada empat kabupaten yakni Merangin, Sarolangun, Batanghari dan Tebo yang ada pada 18 kecamatan kemudian di 40 desa/kelurahan serta ada sebanyak 65 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang masuk dalam DPT Pemilu 2024.
KPU mencatat warga SAD atau orang rimba itu masuk dan memiliki hak politik setelah mereka memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik yang sudah terdata pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) pada empat kabupaten.
Dari 1.481 warga SAD yang memiliki hak politik itu yang paling banyak di Kabupaten Sarolangun sebanyak 738 orang terdiri atas pemilih laki-laki 394 orang dan perempuan ada 344 orang dan mereka tersebar di lima kecamatan, 15 desa dan 27 TPS.
Selanjutnya, warga SAD di Kabupaten Merangin berjumlah 489 Pemilih dengan rincian 266 pemilih laki-laki dan 223 pemilih perempuan tersebar di 17 TPS pada tujuh kecamatan dan 14 desa/kelurahan.
Kemudian warga SAD yang berada di Kabupaten Batanghari berjumlah 317 pemilih dengan rincian 187 pemilih laki-laki dan 130 pemilih perempuan yang tersebar di dua kecamatan dan lima desa/kelurahan serta lima TPS.
Berikutnya, SAD yang berada di Kabupaten Tebo hanya berjumlah 297 pemilih dengan rinciannya 170 pemilih laki-laki dan 127 pemilih perempuan yang tersebar di 16 TPS pada empat kecamatan dan enam desa/kelurahan.
KPU Provinsi Jambi berharap partisipasi warga SAD pada Pemilu kali ini dapat tercapai seratus persen sehingga dengan demikian meskipun mereka adalah kelompok marjinal memilik hak politik yang sama dengan warga atau masyarakat lainnya yang memiliki hak suara pada Pemilu 2024.
Fahrul Rozi mengatakan warga Suku Anak Dalam (SAD) ikut andil dalam Pemilihan Umum (Pemilu) tahin ini dan ke-1.841 warga SAD yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) yang tersebar di empat kabupaten dan kota Jambi berhak mengikuti pemilu pada Rabu 14 Februari nanti.
Tidak hanya itu KPU juga mengakomodir dan memberikan pelayanan kepada kelompok disabilitas yang juga memiliki hak untuk turut serta dalam pemilu nanti. Salah satu wujud pelayanan yang diberikan KPU kepada pemilih yang memenuhi syarat untuk ikut memilih pada pemilu nanti.
Selain itu Fahrul juga mengatakan warga SAD juga dapat ikut dalam menyampaikan hak politik mereka dengan masuk DPT dan Untuk masuk DPT harus memenuhi persyaratan yang sudah diatur dalam regulasi dimana salah satu syarat terebut memiliki data kependudukan atau KTP elektronik.
KPU mengakui bahwa ada masalah dalam pendataan SAD yang statusnya sering berpindah tempat, masalah dalam melakukan perekaman harus kolektif dan harus dikordinasikan dengan kepala suku SAD.
“Hal itulah yang menjadi kendala bahwa warga SAD atau orang rimba tersebut untuk ikut pemilu nanti dan masalah tersebut menjadi tantangan bagi KPU untuk memaksimalkan dan memberikan pelayanan terus kepada warga SAD,” tegas Fahrul Rozi.
Pada 2019 partisipasi pemilu yang dilakukan warga SAD cukup tinggi di empat kabupaten dan kota Jambi, mereka berharap sebanyak 1.841 warga SAD tinggi partisipasinya pada tahun 2024 ini.(JP01)
Discussion about this post