Jambipos-Jreng….terus terang terang terus, bunyi iklan Lampu Philip dilayar kaca. Satu-satu kasus tragedi duren tiga mulai terungkap terang benderang. Drama terbunuhnya Jhosua memang penuh adegan, ada adegan tembak menembak, pelecehan seksual, dll. Ternyata hanya karangan belaka.
Pelecehan seksual rasa uang receh pun dihentikan. Tidak ada unsur pidana..kasus pelecehan dihentikan ujar Brigjen Andi Rian (Dirtipidum).
Sambo sudah mengakui motif membunuh Joshua, karena alm melukai martabat keluarga. Hanya karena faktor martabat. Jhosua engkau bunuh begitu sadis Sambo? Sampai melibatkan 31 orang? Bukankah membunuh Jhosua jauh lebih tidak bermartabat?
Cara yang paling elegan tanpa membunuh, Joshua mestinya cukup di-pecat Sambo atau mutasi ke-daerah lain. Nasi sudah jadi bubur…terlambat sudah..kata Panbers.
Sambo memang keterlaluan. Bak..Pembuatan sebuah Film, Peran Sutradara, Penulis Skenario, Aktor utama. Sambo ambil-alih membunuh ajudannya. Terlalu kata Bang Haji.
Karier cemerlang, bersinar, begitu cepat Sambo raih. Hanya hitungan sekejap, cepat juga redup dan runtuh hanya karena Sambo gelap mata. Sambo gagal menguasai dirinya.
Gelap tidak pernah bersatu dengan terang. Kegelapan tidak bisa mengusir kegelapan, hanya cahaya yang bisa melakukannya. Kebencian tidak bisa mengusir kebencian, hanya Cinta yang bisa melakukannya, ujar (Martin Luther King, Jr).
Hidup kita mestinya jangan dikuasai kegelapan. Kegelapan potensi berbuat jahat. Sambo buktinya dia gelap mata. Sejak dunia ini tercipta gelap tidak pernah bisa bersatu dengan terang apalagi akur.
Tuhan itu selain Maha Pengasih, juga maha Mengampuni. Dapatkah Kel.Jhosua Hutabarat mengampuni Sambo? Mestinya bisa, berat memang. Dalam hidup yang paling mudah bersyukur, yang paling sulit mengampuni.
Mana Martabat…eh Martabak telor?. (JP-Penulis Adalah Pegiat Medsos)
Discussion about this post